Belajar Dari Ayah Marshanda, Musibah Bukti Cinta Allah
Manusia tidak pernah terlepas dari ujian. Ujian tersebut menimpa manusia tanpa pandang bulu, tak dapat diketahui atau diprediksi sebelumnya. Bisa jadi saat ini seseorang merasakan kebahagiaan, namun beberapa menit kemudian hilanglah kebahagiaan itu, berganti kesedihan yang mendalam karena beratnya ujian yang ia pikul.
Namun, tenanglah wahai muslim/muslimah yang dirahmati Allah. Ujian yang menimpamu adalah salah satu tanda kasih sayang Allah atas hamba-Nya, yang dengan ujian itu seseorang dapat dihapuskan kesalahan-kesalahannya dan diberi balasan yang lebih baik, apabila ia bersabar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Tidaklah seorang muslim mendapatkan musibah, melainkan Allah akan menghapus dosa-dosanya, walau hanya tertusuk duri sekalipun.” (hadits riwayat Al Bukhari)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya besarnya pahala tergantung besarnya ujian. Jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menguji mereka. Barangsiapa yang ridho, maka mereka akan mendapatkan keridhoan Allah. Dan siapa yang murka, maka akan mendapatkan murka Allah.” (Hadits Hasan Riwayat At Tirmidzi)
“Apabila Allah menghendaki hamba-Nya mendapatkan kebaikan maka Allah segerakan baginya hukuman di dunia. Dan apabila Allah menghendaki keburukan untuknya maka Allah akan menahan hukumannya sampai akan disempurnakan balasannya kelak di hari kiamat.” (Terjemah hadits riwayat Muslim)
Betapa indahnya Islam. Allah menguji hamba-Nya dengan kenikmatan dan kesulitan. Apabila seorang muslim mendapatkan ujian berupa kenikmatan, maka ia bersyukur dan apabila mendapatkan ujian berupa kesulitan, maka ia bersabar.
“Alangkah mengagumkan keadaan seorang mukmin, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.” (Terjemah hadits riwayat Muslim no. 2999)
Inilah yang membedakan seorang muslim dengan kafir dalam menghadapi ujian.
Ujian yang menimpa seorang hamba adalah sesuai dengan ketentuan qadha’ dan qadar Allah yang pasti terlaksana. Allah subhanahu wata’ala berfirman yang artinya,
“Tidaklah menimpa suatu musibah kecuali dengan izin Allah. Barang siapa yang beriman kepada Allah, maka Allah akan berikan petunjuk ke dalam hatinya.” (QS. at-Taghabun: 11)
Apabila ujian menimpa kita, ingatlah akan kewajibanmu wahai saudara-saudariku. Kewajibanmu untuk ridla, bersabar, dan ihtisab (mengharapkan pahala-Nya) dalam menghadapi ujian tersebut, yang dengan itu, terasa ringanlah bebanmu. Tidak hanya itu saja, ketika engkau menunaikan kewajibanmu kepada Allah, maka engkau akan mendapatkan pahala yang melimpah ruah di dunia dan balasan yang Allah simpan yang akan diberikan-Nya kepadamu di akhirat kelak. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah yang artinya,
“Sesungguhnya hanya akan disempurnakan balasan bagi orang-orang yang sabar itu dengan tanpa batas hitungan.” (QS Az Zumar 10)
Pantaskah bagi kita untuk menyalahkan takdir ketika kita mendapatkan musibah? Pantaskah bagi kita mengatakan, “Mengapa Allah tega menimpakan ujian ini?”, padahal bisa jadi ujian yang menimpa kita adalah disebabkan oleh dosa-dosa kita sendiri.
“Nikmat apapun yang kamu terima, maka itu dari Allah, dan bencana apa saja yang menimpamu, maka itu karena (kesalahan) dirimu sendiri.” (Terjemah QS. An-Nisaa: 79)
“Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah mema’afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (Terjemah QS. Asy-Syuura: 30)
Wahai muslim/muslimah, Allah Maha Mengetahui. Allah mengetahui kondisimu. Tidaklah Allah menguji seorang hamba, melainkan sesuai dengan kadar kemampuannya dan setiap kesulitan pasti ada jalan keluarnya. Sebagaimana firman Allah di dalam surat Alam Nasyrah yang diulang.
“Maka sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Terjemah QS. Alam Nasyroh: 5)
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Terjemah QS. Alam Nasyroh: 6)
Janji Allah pasti ditepati. Allah senantiasa memberikan kemudahan dan jalan keluar bagi orang-orang yang bertakwa. Ingatlah dan renungkanlah firman Allah berikut ini yang artinya,
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaaq: 2-3)
Yakinlah bahwa pertolongan Allah itu dekat dan berharaplah yang baik-baik terhadap Allah. Allah berbuat pada hamba-Nya sesuai harapan hamba-Nya, maka hendaknya hamba tersebut selalu menjadikan baik persangkaan dan harapannya kepada Allah Ta’ala. (Lihat kitab Faidhul Qadiir, 2/312 dan Tuhfatul Ahwadzi, 7/53)
“Aku (akan memperlakukan hamba-Ku) sesuai dengan persangkaan-Nya kepadaku.” (Terjemah hadits riwayat al-Bukhari no. 7066 dan Muslim no. 2675)
Seberat apapun ujian yang kita pikul, masih jauh lebih berat ujian yang menimpa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan orang-orang setelahnya. Mereka mendapatkan ujian yang begitu berat namun mereka tetap ridlo, bersabar, ihtisab, dan menyerahkan urusannya kepada Allah.
Mereka yakin bahwa Allah akan memberikan jalan keluar di setiap permasalahan dan memberikan ganti yang lebih baik.
Dari Mush’ab bin Sa’id -seorang tabi’in- dari ayahnya, ia berkata, “Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya.
Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” (terjemah hadits riwayat Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad Darimi no. 2783, Ahmad (1/185). Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 3402 mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Bersabarlah. Sesungguhnya kebahagiaan yang hakiki adalah di akhirat dan kebahagiaan terbesar adalah saat menghadap wajah Allah, bukan kebahagiaan di dunia. Selama ajal belum menjemput, manusia akan terus mendapatkan ujian, baik berupa kenikmatan maupun kesusahan, hingga ia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.