Akhir Cerita Ahok Ditahan Di Rutan Cipinang
Persidangan kasus dugaan penodaan agama dengan tersangka Basuki Tjahaja Purnama mencapai babak final, hari ini (9/5).
Kasus ini berjalan delapan bulan sejak pernyataan kontroversi Ahok, sapaan Basuki, 27 Septembr 2016 lalu di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Saat itu Gubernur DKI Jakarta ini mengutip ayat surat Al Maidah tentang kepemimpinan dalam Islam.
Sementara sidangnya sendiri digelar perdana pada 13 Desember 2016 setelah penyidik kepolisian menyatakan bahwa ada unsur dugaan tindak pidana dalam pernyataan Ahok. Sampai sidang hari ini, tercatat ada 23 kali sidang kasus penodaan agama.
Drama dan perhatian besar telah ada di persidangan kasus Ahok sejak kali pertama peradilan dimulai. Pada sidang pertama yang dilakukan di eks gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, drama muncul ketika Ahok membacakan tanggapan atas dakwaan jaksa.
Kala itu, Ahok menyatakan tak berniat menista agama atau menghina ulama. Namun ucapan yang disangkakan menista agama itu dia tujukan untuk politikus yang memanfaatkan Surat Al Maidah ayat 51 karena tidak mau bersaing secara sehat dalam pilkada.
Saat membacakan tanggapan tersebut, suara Ahok terdengar bergetar. Ia diyakini menangis di tengah pembacaan tanggapan.
Setelah itu, persidangan kasus Ahok berpindah tempat ke Kantor Kementerian Pertanian. Kapasitas dan ketertiban umum jadi alasannya.
Selama di Kementerian Pertanian, sidang kasus Ahok selalu diiringi dengan kehadiran massa yang pro dan kontra padanya. Aksi massa kerap dilakukan di hadapan pintu masuk utama Kementan pada Jalan RM. Harsono.
Selama aksi dilakukan, jajaran makanan dan minuman gratis kerap disediakan pendemo. Gerakan itu juga berakibat pada penutupan ruas Jalan RM. Harsono hingga massa membubarkan diri.
Tak hanya itu, sidang kasus Ahok juga tak pernah lepas dari sorotan media, walau siaran langsung proses pemeriksaan saksi dan ahli tak boleh dilakukan. Bahkan, untuk mengakomodir keinginan media meliput, sebuah pengeras suara disediakan di luar ruang sidang kasus Ahok.
Peradilan kasus tersebut juga diklaim membawa ketidakadilan bagi Ahok selama Pilkada DKI 2017 berlangsung. Sebabnya, persidangan dimulai selama masa kampanye Pilkada berlangsung.
"Makanya saya merasa dirugikan. Tidak ada waktu kampanye, kalau seharian setiap minggu seperti ini (menjalani persidangan)," ujar Ahok usai bersidang pada 3 Januari lalu.
Rasa tidak adil berlanjut saat persidangan kasus dugaan penodaan agama hendak masuk tahap pembacaan tuntutan dan pledoi.
Awalnya, tuntutan terhadap Ahok direncakan disampaikan pada 11 April. Pledoi dirancang tersampaikan dua hari sebelum hari pemungutan suara Pilkada DKI putaran kedua, 17 April.
Namun, jadwal tersebut diubah karena beberapa alasan. Salah satunya, adanya surat dari Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan yang meminta agar penyampaian dakwaaan serta pledoi kasus Ahok ditunda hingga proses pilkada selesai.
Usai dipastikan ditunda, kuasa hukum Ahok protes. Mereka mengaku rugi karena berkas pembelaan Ahok sebenarnya sudah siap saat itu dan tinggal menunggu substansi tuntutan dari jaksa penuntut umum.
"Terkait fakta persidangan, analisis fakta, analisis yuridis, ini sudah kami lalui. Sehari pun kami siap. Makanya kami bingung bagaimana sesungguhnya sikap jaksa yang menyatakan belum siap," tutur Sirra, 11 April lalu.
Selanjutnya, dalam sidang tuntutan, jaksa menghapus pasal penodaan agama seperti yang diatur dalam pasal 156 A. Jaksa hanya menuntut dengan pasal alternatif yakni pasal 156 tentang pernyataan yang mengandung perasaan permusuhan dan kebencian pada satu golongan tertentu.
Dari semula ancaman hukuman lima tahun, dalam tuntutan jaksa hanya menuntut Ahok penjara satu tahun dengan masa percobaan dua tahun.
Tuntutan 'singkat' itu mendapat reaksi keras dari beberapa organisasi masyarakat. Jaksa dianggap telah diintervensi karena 'hanya' menuntut Ahok dengan masa hukuman yang ringan.
Aksi massa bahkan sempat digelar untuk meminta majelis hakim netral dan menjatuhkan hukuman setimpal bagi Ahok. Terakhir, aksi digelar 5 Mei lalu oleh sejumlah ormas. Dalam tuntutannya, pendemo berharap hakim tak diintervensi saat memvonis Ahok.
Saat ini, vonis yang dinanti akan dibacakan. Sejumlah persiapan dilakaukan, terutama dari sisi pengamanan. Seluruh pihak diimbau untuk menghormati apapun putusan Hakim. Ahok sendiri yang tak pernah absen di sidang, mengaku siap menerima apapun vonis hakim. Ia hanya berharap keputusan sidang nanti murni atas pertimbangan hukum, bukan karena desakan massa.