Hati-hari Debt Collector Bergerombol Incar Pemudik Di Jalur Bekasi
Sejumlah debt collector atau 'mata elang' sepertinya mengancam keberadaan para pemudik sepeda motor yang melintas di ruas jalan Kota dan Kabupaten Bekasi. Pasalnya, menjelang Lebaran sekelompok pria yang biasa disebut mata elang terlihat di beberapa titik jalur mudik Bekasi.
Pada Selasa, 19 Juni 2017 malam hingga Rabu, 20 Juni 2017 dini hari kemarin, SINDOnews menyaksikan sekelompok debt collector ini memantau para para pemudik motor yang melintas di Jalan Ir H Juanda, Bekasi Timur, Kota Bekasi tepatnya di depan Gedung Samsat Bekasi.
Sebanyak enam pria dengan tiga sepeda motor dengan begitu detail melihat satu per satu sepeda motor yang melintas di depan mereka.
Menggunakan HP Nokia Communicator para debt collector ini mencocokkan pelat nomor para pemudik sepeda motor yang mengunggak pembayaran kredit."Kasihan nih kalau ada pemudik yang motornya dibawa paksa debt collector nanti," ujar Edi salah seorang warga yang kebetulan melintas di lokasi, Selasa malam lalu.
Edi berharap, aparat kepolisian menindak para debt collector yang kedapatan membawa paksa sepeda motor pemudik. "Seharusnya aparat penegak hukum menindak mereka (debt collector) karena meresahkan," ujarnya.
Sementara baru-baru ini tiga debt collector diamankan polisi. Mereka terbukti telah melakukan tindakan kekerasan terhadap nasabah sebuah perusahaan pembiayaan yang telat membayar angsuran.
Mereka adalah Jumari (41), warga Jalan Sedayu; MT (32), warga Jalan Dukuh Bulak Banteng Timur; dan RM (27), warga Jalan Sidokapasan.
"Modusnya mencegat, kemudian di jalan korban dipiting, dipukul, ditendang, dan motor korban dirampas," ujar Kapolrestabes Surabaya Kombespol Mohammad Iqbal kepada wartawan, Rabu (14/6/2017).
Iqbal mengatakan, sebenarnya ada tujuh debt collector yang melakukan tindakan main hakim sendiri itu. Namun empat diantaranya masih belum tertangkap. Iqbal menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Semua ada aturannya dan tidak dibenarkan untuk main hakim sendiri.
"Ini negara hukum, bukan negara barbar," tegas Iqbal.
Kasus ini berawal pada 2016 lalu saat Jumari selaku pemilik PT Anugerah Duta Putra mengadakan MoU dengan FIF untuk pengamanan obyek atau unit jaminan hutang sesuai dengan perjanjian fidusia.
Pada 10 Juni 2017 lalu, Jumari memerintahkan enam anak buahnya untuk menarik motor milik Catur Purna Nugraha, warga Perumahan TAS II, Sidoarjo. Catur telah menunggak tiga kali angsuran motor BeAT nopol W 2995 N yang dicicilnya selama ini.
Catur diberhentikan enam debt collector tersebut di Jalan Ikan Kerapu dan diingatkan bahwa ia telah membayar angsuran selama beberapa bulan. Catur kemudian diajak ke kantor FIF yang ada di Jalan Waru, Sidoarjo. Catur pun menurut. Mereka berjalan bersama, Catur tetap mengendarai motornya.
Namun saat melintas di Jalan Rajawali, Catur justru dipepet dan diberhentikan. Kepala Catur kemudian dipiting, dipukul di bagian punggung, dan ditendang dari belakang. Motor Catur pun dibawa lari oleh enam orang debt collector itu.
Polisi yang dilapori Catur kemudian bertindak. Jumari diamankan di rumahnya di Jalan Sedayu II, Surabaya. Dari rumah Jumari, polisi menemukan 18 motor yang diduga merupakan motor hasil rampasan. Dari Jumari, dua pelaku lain dapat diamankan.
"Motifnya ekonomi. Empat pelaku lain segera kami cari," tandas Iqbal.